Perceraian tidak hanya mengakhiri hubungan suami istri, tetapi juga menimbulkan akibat hukum yang wajib dipenuhi, terutama terkait hak istri dan anak. Dalam hukum Islam dan hukum positif Indonesia, mantan suami tetap memiliki kewajiban tertentu meskipun perkawinan telah putus.

Artikel ini membahas hak istri dan anak setelah perceraian, meliputi nafkah, hak asuh anak, dan mut’ah, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan praktik di Pengadilan Agama.


1. Hak Istri Setelah Perceraian

A. Nafkah Iddah

Nafkah iddah adalah biaya hidup yang wajib diberikan suami kepada istri selama masa iddah (masa tunggu setelah perceraian).

Ketentuan penting:

  • Wajib diberikan jika perceraian terjadi karena talak suami
  • Meliputi: biaya makan, pakaian, dan tempat tinggal
  • Umumnya berlaku selama 3 bulan (kecuali istri hamil)

Dasar hukum:

  • Pasal 149 huruf b KHI

B. Mut’ah

Mut’ah adalah pemberian berupa uang atau barang dari mantan suami kepada mantan istri sebagai penghiburan akibat perceraian.

Ketentuan mut’ah:

  • Wajib jika perceraian atas kehendak suami (cerai talak)
  • Besarnya disesuaikan dengan:
    • kemampuan ekonomi suami
    • lamanya perkawinan
    • kepatutan dan keadilan

Dasar hukum:

  • Pasal 149 huruf a dan Pasal 158 KHI

C. Nafkah Madhiyah (Nafkah Tertunggak)

Jika selama perkawinan suami tidak memberi nafkah, istri dapat menuntut nafkah madhiyah (nafkah yang belum dibayar).

Catatan:

  • Harus dapat dibuktikan di persidangan
  • Bisa digabungkan dalam gugatan cerai

2. Hak Anak Setelah Perceraian

A. Hak Asuh Anak (Hadhanah)

Hadhanah adalah hak dan kewajiban untuk mengasuh anak.

Ketentuan umum:

  • Anak di bawah 12 tahun → hak asuh diutamakan kepada ibu
  • Anak di atas 12 tahun → dapat memilih tinggal dengan ayah atau ibu

Dasar hukum:

  • Pasal 105 KHI

Catatan penting:
Hak asuh dapat dialihkan kepada ayah jika ibu:

  • terbukti lalai
  • berperilaku buruk
  • membahayakan kepentingan anak

B. Nafkah Anak

Meskipun hak asuh berada pada ibu, kewajiban nafkah anak tetap pada ayah.

Meliputi:

  • biaya makan
  • pendidikan
  • kesehatan
  • kebutuhan sehari-hari

Kewajiban berlaku:

  • sampai anak dewasa atau mandiri
  • atau minimal sampai usia 21 tahun

Dasar hukum:

  • Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974
  • Pasal 156 huruf d KHI

3. Hak Istri dalam Cerai Gugat

Dalam cerai gugat (istri yang menggugat):

  • Nafkah iddah dan mut’ah tidak otomatis
  • Namun dalam praktik, hakim dapat memberikan mut’ah demi keadilan, terutama jika:
    • istri tidak nusyuz
    • perceraian disebabkan kesalahan suami

4. Cara Menuntut Hak Istri dan Anak

Hak-hak tersebut tidak diberikan otomatis, tetapi harus diminta dalam gugatan atau permohonan.

Tips Praktis:

  • Cantumkan secara jelas:
    • nafkah iddah
    • mut’ah
    • nafkah anak
    • hak asuh
  • Sertakan bukti kemampuan ekonomi suami
  • Mintakan putusan yang dapat dieksekusi

5. Jika Mantan Suami Tidak Melaksanakan Putusan

Jika putusan sudah inkracht tetapi tidak dilaksanakan:

  • Istri dapat mengajukan permohonan eksekusi
  • Pengadilan dapat melakukan:
    • teguran (aanmaning)
    • sita harta
    • lelang

Penutup

Perceraian tidak menghapus tanggung jawab suami terhadap istri dan anak. Hukum memberikan perlindungan agar hak-hak tersebut tetap terpenuhi secara adil dan manusiawi. Oleh karena itu, penting bagi pihak yang bercerai untuk memahami hak dan kewajiban hukum agar tidak ada pihak—terutama anak—yang dirugikan.