konsultanhukum.net | Dalam banyak kasus pembagian Harta gono gini sering menjadi masalah dimana salah satu pihak keberatan untuk membaginya, maka kali ini kita akan mengulas permasalahan ini secara singkat

Anda harus tau Harta gono-gini adalah harta bersama yang diperoleh selama perkawinan. Dalam praktiknya, sengketa sering muncul setelah perceraian, terutama terkait pembagian yang adil antara suami dan istri. Penyelesaiannya dapat ditempuh melalui beberapa tahapan yaitu  penyelesaian secara kekeluargaan dan jika tidak bisa maka tentunya harus melibatkan unsur pengadilan

 Dasar Hukum Harta Gono-Gini

Untuk lebih memahaminya Harta Gono Gini ini diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan ketentuan lainya ada pada  Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 dimana bila terjadi perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing (hukum agama, adat, atau peraturan perundang-undangan).

Atau bagi yang beragama islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 85–97: menegaskan pembagian harta bersama setelah perceraian.

Pasal 85 Harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Artinya: semua hasil kerja atau usaha suami-istri selama menikah, baik atas nama suami, istri, atau keduanya, dianggap milik bersama.

Pasal 86 Harta bawaan dari masing-masing suami atau istri dan harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan tetap menjadi milik masing-masing.

Jadi ada pemisahan jelas: harta bawaan/hadiah/warisan bukan harta gono-gini.

Pasal 87 Suami dan istri berhak penuh melakukan perbuatan hukum atas harta bawaannya.

Contoh: tanah atau rumah yang dimiliki sebelum menikah tetap bisa dijual tanpa izin pasangan.

Pasal 88 Apabila terjadi perselisihan mengenai harta bersama, penyelesaiannya diajukan ke Pengadilan Agama.

ini menegaskan kompetensi absolut Pengadilan Agama.

Pasal 89 Suami atau istri berhak mengajukan gugatan terhadap pasangannya atau pihak ketiga terkait harta bersama.

Pasal 90 Pembagian harta bersama hanya dapat dilakukan setelah perceraian.

 Artinya: selama masih suami-istri, harta bersama tidak bisa dituntut untuk dibagi.

Pasal 91 Setelah perceraian, suami dan istri atau bekas suami-istri masing-masing berhak atas separuh dari harta bersama, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Prinsip pembagian 50:50.

Pasal 92 Jika perceraian karena talak bain kubra (talak tiga), maka harta bersama dibagi setelah masa iddah selesai.

Pasal 93 Jika perceraian karena nusyuz (istri durhaka), harta bersama tetap dibagi dua.

Menunjukkan bahwa kesalahan salah satu pihak tidak menghapus hak atas harta gono-gini.

Pasal 94 Jika perkawinan putus karena perceraian, maka masing-masing pihak berhak atas separuh harta bersama.

Pasal 95 Jika perkawinan putus karena salah satu meninggal dunia, maka harta bersama dibagi dua:

Separuh untuk yang hidup, Separuh lainnya dibagi sebagai harta warisan.

Pasal 96 Harta bersama yang berupa benda tetap (misalnya rumah/tanah) hanya dapat dialihkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 97 Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak setengah dari harta bersama, sepanjang tidak ada perjanjian kawin yang mengatur lain.

Penyelesaian Sengketa Harta Gono-Gini

Jika pembagian Harta Gono gini harus sampai masuk rana Pengadilan maka para pihak akan melaksanakan  Mediasi terlebih dahulu sebagaimana Dasar hukumnya sesuai pasal  130 HIR / Pasal 154 RBg dimana hakim wajib mendamaikan para pihak,  ini juga diperkuat dengan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Bila tercapai kesepakatan, hasilnya dituangkan dalam akta perdamaian (akte van dading) yang memiliki kekuatan eksekutorial, namun jika tidak maka  sengketa dilanjutkan ke persidangan.

Dasar hukum: Pasal 118 HIR → gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat.

Untuk Muslim, bisa diajukan ke Pengadilan Agama (Pasal 49 huruf a UU No. 3 Tahun 2006).

Hakim memutus pembagian berdasarkan proporsi yang adil, biasanya 50:50, kecuali ada bukti kontribusi berbeda atau ketentuan adat/agama yang berlaku.

Eksekusi Putusan

Bila putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tetapi salah satu pihak tidak mau melaksanakan, pihak lain dapat mengajukan permohonan eksekusi.

Dasar hukum: Pasal 195–200 HIR / Pasal 206–214 RBg mengenai tata cara eksekusi.

Putusan pengadilan yang bersifat condemnatoir dapat dieksekusi dimana Pemohon eksekusi mengajukan permohonan ke Ketua Pengadilan yang pada akhirnya Pengadilan memberi teguran (aanmaning) kepada pihak yang kalah dan Jika tetap tidak dilaksanakan, pengadilan melaksanakan eksekusi paksa, misalnya pelelangan rumah atau pembagian harta sesuai amar putusan.

Penyelesaian sengketa harta gono-gini di Indonesia menekankan pada mediasi sebagai jalan damai. Jika gagal, jalur litigasi melalui gugatan di pengadilan menjadi pilihan. Putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan melalui eksekusi agar tercapai kepastian hukum. Dengan memahami dasar hukum dan praktiknya, pasangan yang bercerai diharapkan dapat memperoleh keadilan dalam pembagian harta bersama.